Credit Union dicetuskan pertama kali oleh Raiffeisen untuk menjawab kondisi masyarakat di Jerman pada waktu itu yang sedang mengalami krisis ekonomi. Secara ideal, Credit Union adalah lembaga keuangan berbasis anggota yang bertujuan mulia untuk memberdayakan masyarakat (anggota) untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabatnya, melalui pelayanan simpan dan pinjam (bukan pinjam untuk simpan).
Ide tersebut tidak serta merta muncul begitu saja, namun tercipta setelah mengalami 2 kali kegagalan terhadap ide – ide terdahulu. Seperti yang kita ketahui bersama, pertama kali Raiffeisen melakukan upaya pengentasan kemiskinan dengan membagi – bagikan uang kepada orang – orang miskin yang ternyata gagal membawa perubahan seperti yang diinginkannya, begitu juga dengan ide keduanya dimana ia membagi – bagikan roti kepada orang – orang miskin yang tidak membawa dampak positif.
Dari kegagalan tersebut sebenarnya Raiffeisen ingin menghimbau kepada masyarakat (siapapun mereka yang perduli terhadap kaum miskin) agar tidak memberikan bantuan berupa materi (uang dan roti dalam pengalaman nyatanya) tapi berilah bantuan yang bersifat mendorong pemberdayaan manusia seutuhnya, sehingga manusia berdaya guna dan berdaya cipta untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya sendiri.
Semua stake holder dan aktivis Gerakan Credit Union pasti telah terlebih dahulu menyadari bahwa “mengurus” Credit Union adalah pengelolaan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota. Namun, harus diakui terkadang sulit membedakan dengan teliti mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang jadi keinginan anggota. Akhirnya banyak Credit Union yang terjebak pada “hanya” pelayanan keuangan dan melupakan upaya pemberdayaan anggota untuk mampu mengeluarkan dirinya dari jurang kemiskinan, sehingga banyak dijumpai kredit lalai yang tidak sedikit jumlahnya sangat besar dan mengancam keberadaan Credit Union baik masing – masing maupun sebagai gerakan.
Lalu pertanyaannya, seungguhnya apa yang dimaksud dengan upaya pemberdayaan masyarakat? Menurut Wikipedia pemberdayaan masyarakat merupakan “proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri”, lebih jauh wikipedia mengatakan bahwa “Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi”. Mengacu pada definisi yang diberikan oleh wikipedia, maka jelas agar Credit Union dapat memberdayakan masyarakat (dalam hal ini anggotanya) maka Credit Union perlu mendorong anggotanya untuk berinisiatif memulai proses kegiatan sosial dalam rangka memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Karena itulah, sebenarnya pelayanan Credit Union tidak sebatas memberikan pinjaman kepada anggota, tetapi lebih jauh lagi memberikan panduan kepada anggota untuk dapat memberdayakan dirinya guna meningkatkan kesejahteraannya.
Upaya pemberdayaan tersebut dapat dijangkau dengan melakukan pendidikan terus menerus, sekali lagi diingatkan bahwa esensi pendidikan di dalam Credit Union tidak hanya sebatas memberikan pendidikan dan/atau pelatihan dasar (yang bahkan terkadang tidak diberikan oleh beberapa Credit Union di Indonesia) tetapi pendidikan – pendidikan lain yang sungguh – sungguh memberikan dampak/perubahan positif bagi kesejahteraan anggotanya. Apabila Credit Union berfikir dan bertindak kreatif, maka idealnya masing – masing Credit Union memiliki program khusus pemberdayaan anggotanya, seperti pemberian pelatihan mengenai wirausaha, pelatihan mengenai pengelolaan keuangan wirausaha, pelatihan analisa kelayakan usaha. Harus diakui tidak semua Credit Union memiliki sumber daya manusia yang mencukupi untuk melakukan hal tersebut. Di situlah terlihat jelas peran Puskopdit dan Inkopdit dalam memenuhi kebutuhan anggotanya yang dalam hal ini adalah Credit Union Primer. Gerakan Koperasi Kredit Indonesia memiliki struktur 3 jenjang yang sebenarnya dapat sangat membantu menjawab kebutuhan anggota Credit Union perorangan, namun sayangnya banyak dari kita yang malas atau tidak tahu keuntungan kompetitif struktur 3 jenjang tersebut apabila dimanfaatkan secara maksimal.
Selain pendidikan dan pelatihan, ada hal lain yang sebenarnya menjadi kekuatan dari Gerakan Koperasi Kredit di Indonesia, yaitu jaringan. Memang harus diakui, di Indonesia kekuatan potensial jaringan/networking belum banyak digali, begitu juga oleh Gerakan Koperasi Kredit Indonesia. Apa yang tidak ada di tempat kita sangat mungkin ada di tempat lain, sementara kita memiliki “saudara sepergerakan” di seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia. Dalam kesempatan memberikan pelatihan di beberapa tempat, penulis pernah menyampaikan ide/gagasan yang dianggap “gila” atau “tidak umum”, yaitu mengadakan barter antara anggota di suatu daerah (Puskopdit) dengan anggota di daerah lain (Puskopdit). Misalnya, ada kebutuhan pupuk yang dihadapi oleh anggota Credit Union di suatu daerah, ternyata di daerah lain, ada beberapa anggota yang memiliki usaha budidaya pupuk baik itu pupuk hijau maupun kompos. Kebetulan masing – masing pihak merupakan anggota Credit Union yang berbeda dan dari Puskopdit yang berbeda pula. Kenapa kebutuhan tersebut tidak dipertemukan? Caranya bagaimana? Credit Union yang anggotanya memiliki kebutuhan pupuk menghubungi Puskopdit tempatnya bernaung untuk minta bantuan dicarikan anggota dari Puskopdit lain yang memiliki usaha budidaya pupuk, lalu Puskopdit tersebut menghubungi Inkopdit atau Puskopdit lain apabila memang sudah diketahui informasinya untuk meneruskan kebutuhan anggotanya Credit Union primer), apabila sudah diketemukan lalu dimulailah proses pemberian informasi yang diikuti dengan investigasi tentunya mengenai kelayakan dan ketersediaan pupuk tersebut, setelah kelayakan dan ketersediaan memenuhi kebutuhan maka prosesnya berlanjut pada tahap negosiasi harga sampai pada penandatanganan kesepakatan/perjanjian jual beli. Lalu mungkin masih ada timbul permasalahan lain seperti, bagaimana untuk mengangkutnya, dibutuhkan kendaraan besar untuk mengangkut pupuk dalam jumlah besar ke daerah tujuan. Hal itu dapat diakomodir dengan anggota lain – dari Puskopdit yang anggotanya memiliki usaha budidaya pupuk – yang memiliki usaha penyewaan truk. Nah setelah kita baca dengan seksama, kira – kira ada berapa pihak yang dapat terbantu dari skenario di atas? Skenario tersebut dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan, manakala ada kebutuhan untuk penambahan modal pembelian pupuk, maka anggota tersebut dapat mengajukan pinjaman ke Credit Union dimana ia menjadi anggota Dari sisi anggota yang memiliki usaha budidaya pupuk, maka untuk menambah hasil produksi pupuknya guna memenuhi pesanan tersebut dapat mengajukan pinjaman kepada Credit Union dimana ia menjadi anggota. Lalu apabil ternyata tidak ada anggota yang memiliki usaha penyewaan truk, maka Credit Union dapat mendorong salah satu anggotanya untuk membuka usaha penyewaan truk tentu dengan meminjam dari Credit Unionnya dalam memenuhi modal membeli truk.
Dari skenario kecil di atas tentu ada kemiripan dengan situasi riil yang sehari – hari terjadi di anggota kita. Dimana ada beberapa kebutuhan mereka yang belum dipenuhi secara maksimal oleh Credit Union nya yang dipercaya menjadi “kendaraan” menuju upaya peningkatan kesejahteraan anggota. Hal itu didorong oleh ketiadaan data Credit Union mengenai potensi secara ekonomi dari anggota – anggotanya dan wilayah pelayanannya. Kalau mau jujur, ada berapa Credit Union di Indonesia yang memiliki segmentasi anggota berdasarkan profesi atau jenis usaha? Padahal segmentasi tersebut sangat berguna untuk menelaah lebih lanjut mengenai potensi pengembangan usaha Credit Union.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengingatkan kembali kepada seluruh pengurus, pengawas, manajemen dan aktivis Gerakan Koperasi Kredit Indonesia untuk kembali menempatkan kebutuhan anggota sebagai tujuan usaha dan lebih kreatif dalam menggali potensi yang ada, tentu saja upaya tersebut harus dilakukan secara nasional, dengan dilandasi semangat “saling percaya” dan “bekerja sama”. Sebagai penutup, mari kita sama – sama kembali merenungkan 2 kalimat awal dari Hymne Credit Union.
“Bila kita saling percaya dan bekerja sama. Dalam semangat dan ketekunan dan kita bersatu”
oleh : Stephanus Siagian